Menurut UURI No.1 Tahun 2009 hanya perusahaan penerbangan yang berbadan hukum Indonesia baik yang dimiliki oleh badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD) atau badan usaha milik swasta (BUMS), badan hukum koperasi berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang boleh mendirikan perusahaan penerbangan. Perseorangan sebagai individu tidak diizinkan menyediakan jasa transportasi udara.
Badan hukum tersebut dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan penerbangan nasional maupun perusahaan penerbangan milik asing, namun demikian dalam hal modal perusahaan penerbangan nasional yang dimiliki oleh badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia dengan perusahaan penerbangan asing yang terbagi atas beberapa pemilik modal, salah satu pemilik modal nasional harus tetap lebih besar dari keseluruhan pemilik modal asing (single majority).
Undang-undang mengatur demikian, karena kenyataannya dalam praktek kerja sama dengan perusahaan penerbangan asing yang modalnya terdiri dari beberapa pemilik modal, kepemilikan tersebut dibagi-bagi sedemikian rupa sehingga pemilik modal badan hukum Indonesia hanya mempunyai saham minoritas, sehingga dalam rapat pemegang saham keputusan ditangan pemilik modal asing dengan konsekuensi kebijakan perusahaan tidak berada pada badan hukum Indonesia.
Pada prinsipnya setiap orang dapat diangkat menjadi direksi perusahaan penerbangan asalkan memenuhi persyaratan memiliki kemampuan operasi dan manajerial pengelolaan perusahaan penerbangan, telah dinyatakan lulus uji kepatutan dan uji kelayakan oleh Menteri Perhubungan, tidak pernah terlibat tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang terkait dengan penyelenggaraan angkutan udara dan pada saat memimpin badan usaha angkutan udara niaga, badan usahanya tidak pernah dinyatakan pailit sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Persyaratan demikian tidak berlaku bagi direktur utama perusahaaan penerbangan.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 terpaksa mengatur hal ini, karena kenyataannya ada beberapa perusahaan tidak menguasai bisnis transportasi udara secara professional, pada hal bisnis transportasi udara memerlukan tenaga-tenaga professional di samping masalah pengaturan yang ketat (fully regulated), modal yang besar (capital intensive), teknologi tinggi (highly technology), penegakan hukum yang ketat (law enforcement).
Pengalaman juga membuktikan bahwa akibat kepalitan sebuah perusahaan penerbangan akan menimbulkan masalah hukum yang pada akhirnya masyarakata akan menjadi korban, karena itu seorang pemimpin perusahaan penerbangan yang pernah mengalami kepalitan dilarang menjadi pimpinan terutama sekali yang berkaitan dengan operasi keselamatan penerbangan. Personel yang diperlukan juga yang telah mempunyai lisensi atau sertifikat ahli dibidang masing-masing.
Berdasarkan KM 25 Tahun 2008 untuk mendirikan perusahaan penerbangan komersial berjadwal (scheduled service) disyaratan minimal memiliki dua unit pesawat udara dan tiga unit pesawat udara dikuasai, sedangkan angkutan udara kargo khusus minimal dua unit pesawat udara dikuasai. Persyaratan demikian dipandang tidak mencukupi, karena jiwa UURI No.1 Tahun 2009 menghendaki perusahaan yang kuat dan tangguh mampu bersaing di dalam maupun di luar wilayah Republik Indonesia.
Perusahaan penerbangan tidak perlu terlalu banyak seperti sekarang ini tetapi tidak mempunyai kemampuan yang handal. Kenyataan yang terjadi lapangan, sering terjadi kelambatan jadwal penerbangan disebabkan kekurangan armada, karena itu dalam UURI No.1 Tahun 2009 mensyaratkan perusahaan penerbangan berjadwal harus memiliki paling sedikit lima unit pesawat udara dan menguasai paling sedikit lima unit pesawat udara dengan jenis yang dapat mendukung kelangsungan perusahaan penerbangan komersial sesuai dengan rute yang dilayani.
Sedangkan perusahaan penerbangan komersial tidak berjadwal (non-scheduled service) harus memiliki paling sedikit satu unit pesawat udara dan menguasai paling sedikit dua unit pesawat udara dengan jenis yang dapat mendukung kelangsungan hidup perusahaan penerbangan sesuai dengan daerah operasinya dan angkutan udara khusus yang mengangkut kargo harus memiliki paling sedikit satu unit pesawat udara dan menguasai paling sedikit dua unit pesawat udara dengan jenis yang dapat mendukung kelangsungan hidup perusahaan sesuai dengan rute atau daerah operasinya.
Persyaratan kepemilikan dan penguasaan pesawat udra tersebut tidak perlu meresahkan karena dalam Bab IX telah diatur cara pengadaan pesawat udara berdasarkan konvensi Cape Town 2001 yang memfasilitasi kepemilikan dan penguasaan pesawat udara. Berdasarkan Bab tersebut para kreditur atau lessor telah terlindungi hak-hak mereka. Para kreditur atau lessor dapat menarik kembali pesawat udara mereka dalam hal lessee atau debitur wanprestasi.
Perusahaan penerbangan yang telah memiliki izin usaha penerbangan komersial berjadwal (scheduled service) maupun tidak berjadwal (non-scheduled service) pada saat UURI No.1 Tahun 2009 diundangkan tetap dapat menjalankan usaha mereka sesuai dengan izin yang dimiliki dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan UURI No.1 Tahun 2009 paling lambat 3(tiga) tahun terhitung sejak diundangkan, sedangkan bagi badan hukum baik badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), badan usaha milik swasta (BUMS) yang akan mengajukan izin usaha berlaku sejak 1 Januari 2009.
Sebenarnya persyaratan garansi bank (bank guarantee) bukan persyaratan baru di dalam UURI No.1 Tahun 2009, sebab dalam KM 25 Tahun 2008 telah diatur. Dalam Pasal 4 KM 25 Tahun 2008 di samping persyaratan garansi bank (bank guarantee) untuk memperoleh izin usaha penerbangan komersial berjadwal (scheduled service) telah disyaratkan akte pendirian perusahaan, nomor pokok wajib pajak (NPWP), keterangan domisili yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang, persetujuan dari badan koordinasi penanaman modal atau badan koordinasi penanaman modal daerah apabila yang bersangkutan menggunakan fasilitas penanaman modal, bukti modal yang disetorkan dan rencana bisnis yang meliputi jenis dan jumlah pesawat udara, rencana pusat kegiatan operasi penerbangan, aspek pemasaran, sumber daya manusia, kesiapan atau kelayakan oprasi.
Dengan demikian ketentuan garansi bank dalam UURI No.1 Tahun 2009 untuk lebih menegaskan untuk menjamin kelangsungan perusahaan penerbangan. Sebagaimana diketahui bahwa beberapa negara sering meminta jaminan tanggung jawab terhadap pihak ketiga yang realisasinya dalam bentuk jaminan bank (bank guarantee).
UURI No.1 Tahun 2009 juga mengatur tarif angkutan udara. Tarif angkutan udara terdiri dari tarif penumpang yang terdiri dari tarif pelayanan kelas ekonomi dan non-ekonomi. Tarif pelayanan ekonomi dihitung berdasarkan komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi dan biaya tambahan (tuslah).Kebijakan tarif dalam UURI No.1 Tahun 2009 menganut konsep neo-liberal yang merupakan gabungan konsep sosialis yang memihak kepada masyarakat bawah dan konsep liberal yang memihak pada kebebasan pasar.
Tarif penumpang kelas ekonomi yang terdiri dari komponen tarif, jarak, pajak, iuran wajib asuransi dan biaya tuslah merupakan tarif batas atas yang diatur oleh Menteri Perhubungan, harus dipublikasikan untuk melindungi konsumen, dilarang menjual tiket diatas tarif batas atas dengan sanksi berupa peringatan dan/atau pencabutan izin rute penerbangan, sedangkan tarif non-ekonomi angkutan udara berjadwal dan angkutan kargo berjadwal ditentukan berdasarkan mekanisme pasar (supply and demand) dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan perusahaan penerbangan. Pemerintah tidak mengatur tarif non-ekonomi, tetapi hanyas menyarankan agar perusahaan penerbangan menyediakan 40% kapasitas tempat duduk yang disedikan untuk penumpang non-ekonomi. Jiwa dari UURI No.1 Tahun 2009 adalah neo-liberal tetapi masih cenderung banyak melindungi konsumen. (*)
Oleh DR.H.K.Martono SH LLM (Tabloid Aviasi Oktober 2009)
sumber informasi www.infopenerbangan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar